Kamis, 27 November 2008

" Perceraian"

..Keluarga di Ambang Perceraian..


Akhir-akhir ini banyak kita jumpai permasalahan mengenai disorgani-sasi keluarga, di antaranya adalah perceraian. Kasus perceraian pasangan suami-istri sudah mencapai angka yang sangat mengkhawatirkan. Perceraian senantiasa membawa dampak yang mendalam bagi anggota keluarga meskipun tidak semua perceraian berdampak negatif.
Seperti pada hari ini, ketika sarapan pagi bersama suamiku, aku tercengang menyaksikan tayangan infotainment tentang perceraian para artis yang saat ini sedang marak diberitakan, memang kami tidak selalu mengikuti perkembangannya, tapi setidaknya kami tahu saja. Sebut saja pasha “ungu”, Rizki “the titans”, atau Tora Sudiro, yang sedang digugat cerai oleh para istrinya. Dan salah satu penyebabnya adalah karena disebabkan oleh orang ketiga. Usia-usia mereka masih sangat muda, dan usia perkawinan merekapun baru menjelang lima tahun. Banyak orang tua bilang usia rawan perkawinan adalah usia 5 sampai 7 tahun. Yang lebih membuat aku miris adalah istrinya pasha sedang hamil 4 bulan, dan anak-anak merekapun masih sangat kecil. Rasanya aku tidak habis fikir, alasan apa yang bisa memperkuat istrinya untuk menggugat cerai suaminya, meskipun menurut istrinya ada hal-hal prinsip yang sudah tidak bisa diterima lagi oleh istrinya. Dan yang menjadi pertanyaan besar lagi dalam hatiku adalah, “…memang hal prinsip yang seperti apa sich yang bisa membuat istrinya tersebut menggugat cerai suaminya, apakah prinsip yang terkait dengan aqidah ??atau prinsip-prinsip Islam yang sudah dilanggar sehingga dapat membenarkan terjadinya perceraian itu?? Atau hanya prinsip pribadi yang diikuti dengan egoisme masing-masing pasangan suami istri tersebut?? Terlebih lagi keduanya katanya masih saling mencintai. Kok bisa ya?? Apa sudah tidak bisa dimusyawarahkan lagi, dan mengesampingkan ego masing-masing demi anak-anak mereka, demi cin
ta yang sudah mereka jaga beberapa tahun sebelumnya ? demi sucinya sebuah ikatan pernikahan??
Sesungguhnya pernikahan diselenggarakan dalam rangka membentuk keluarga dan sekaligus mewujudkan ketenangan di dalamnya. Jika di dalam kehidupan pernikahan muncul persoalan yang dapat mengganggu keluarga hingga batas yang tidak memungkinkan dipertahankan keutuhannya, maka harus ada jalan keluar bagi kedua belah pihak untuk berpisah. Dalam kondisi seperti ini, masing-masing pihak tidak harus memaksakan diri untuk mempertahankan ikatan pernikahan yang sudah diliputi dengan perselisihan terus-menerus atau bahkan mungkin juga kebencian. Sebagaimana Allah Swt. telah mensyariatkan pernikahan.

Ada beberapa sebab pemicu perceraian, di antaranya:

1. Tidak memahami tujuan mendasar pembentukan keluarga.
Sebagai sebuah ibadah, pernikahan memiliki sejumlah tujuan mulia. Memahami tujuan itu sangatlah penting guna menghindarkan pernikahan bergerak tak tentu arah yang akan membuatnya sia-sia tak bermakna. Tujuan-tujuan itu adalah untuk mewujudkan mawaddah dan rahmah, yakni terjalinnya cinta-kasih dan tergapainya ketenteraman hati (sakinah) (QS ar-Rum [30]: 21); melanjutkan keturunan dan menghindarkan dosa; mempererat tali silaturahmi; sebagai sarana dakwah; dan menggapai mardhatillah. Jika tujuan pernikahan yang sebenarnya dipahami dengan benar, insya Allah akan lebih mudah meraih keluarga sakinah, yang terhindar dari konflik-konflik yang berkepanjangan. Kesepahaman tentang tujuan pernikahan sesungguhnya akan menjadi perekat kokoh sebuah pernikahan.

2. Ketimpangan dalam persoalan hak dan kewajiban
Islam memandang pernikahan sebagai perjanjian yang berat (mitsaq[an] ghalidza) (QS an-Nisa’ [4]: 21) yang menuntut setiap orang yang terikat di dalamnya untuk memenuhi hak dan kewajibannya. Islam mengatur dengan sangat jelas hak dan kewajiban suami-istri, orangtua dan anak-anak, serta hubungan dengan keluarga yang lain. Islam memandang setiap anggota keluarga sebagai pemimpin dalam kedudukannya masing-masing. Nabi saw. Bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ … وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ
" Setiap kamu adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah dipercayakan kepadanya…"Seorang ayah bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya. Seorang ibu bertanggung jawab atas rumah dan anak suaminya serta akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Pernikahan dalam Islam bukan hanya berdimensi duniawi, tetapi juga ukhrawi. Dengan kata lain, pernikahan haruslah dipandang sebagai bagian dari amal salih untuk menciptakan pahala sebanyak-banyaknya, dalam kedudukan masing-masing, melalui pelaksanaan hak dan kewajiban dengan sebaik-baiknya. Terabaikannya hak dan kewajiban, misalnya soal nafkah, pendidikan atau perlindungan, tentu akan dengan sangat mudah menyulut perselisihan dalam keluarga yang bisa berujung pada perceraian.

3. Ketika fungsi keluarga sudah terabaikan.
Islam mengajarkan prinsip keadilan dalam membina keluarga. Dalam hal ini, adil berarti meletakkan fungsi-fungsi keluarga secara memadai. Islam meletakkan fungsi keagamaan (ibadah dan amal salih) sebagai fungsi paling utama dalam keluarga. Bersumber dari fungsi keagamaan inilah, keluarga menghidupkan fungsi reproduksi, edukasi, perlindungan dan kasih sayang. Fungsi ekonomi, sosial dan rekreatif akan tumbuh sendiri jika fungsi-fungsi yang disebut sebelumnya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Setiap keluarga Muslim adalah ‘masjid’ yang memberikan pengalaman beragama bagi anggota-anggotanya, ‘madrasah’ yang mengajarkan norma-norma Islam, ‘benteng’ yang melindungi anggota keluarga dari berbagai gangguan (fisik dan non fisik), dan ‘rumah sakit’ yang memelihara dan merawat kesehatan fisik dan psikologis anggota keluarga. Keluarga juga bagaikan sebuah kompi dalam hizbullah yang turut serta dalam perjuangan menegakkan risalah Islam. Dari kompi ini pula dilahirkan kader-kader pejuang Islam. Ketika fungsi-fungsi ini tidak berjalan dengan baik atau tidak menyeluruh (misalnya hanya berjalan fungsi reproduksi, sedangkan fungsi edukasi tidak), cepat atau lambat keluarga itu akan menuju jurang perceraian.

4. Kebahagiaan yang tidak dirasakan.
Keluarga sakinah adalah keluarga dengan enam kebahagiaan yang lahir dari usaha keras pasangan suami-istri dalam memenuhi semua hak dan kewajiban, baik kewajiban perorangan maupun kewajiban bersama. Amat jelas bagaimana Allah dan Rasul-Nya menuntun kita untuk mencapai setiap kebahagiaan itu. Enam kebahagiaan yang dimaksud adalah kebahagiaan finansial, seksual, intelektual, moral, spiritual dan ideologis.

Mana dari enam kebahagiaan itu yang utama? Itu bergantung pada persepsi atau kerangka pandang dan pemahaman pasangan suami-istri. Keluarga Rasulullah dibangun dalam kerangka perjuangan. Inilah keluarga teladan dengan kebahagiaan ideologis. Namun, berdasarkan riwayat-riwayat yang sangat jelas, Rasul juga mampu menciptakan bagi keluarganya kebahagiaan intelektual, moral, spiritual, bahkan pula seksual. Secara finansial, Rasul memang hidup dalam kesahajaan. Namun, siapa sangka mereka juga ternyata merasakan kebahagiaan finansial. Sebabnya, kebahagiaan yang terakhir ini tidak ditentukan oleh jumlah harta yang dimiliki, tetapi oleh perasaan qanaah (perasaan cukup) atas rezeki yang Allah karuniakan. Ketika kebahagiaan itu tidak dirasakan akibat fungsi keluarga tidak berjalan utuh yang dipicu oleh ketimpangan dalam pemenuhan hak dan kewajiban, perceraian hanya menunggu waktu.
Pernikahan menjadikan kita belajar banyak hal bahwa perkenalan adalah suatu proses panjang yang tak pernah lekang dan terbatas oleh waktu. Bahwa pasangan kita adalah manusia biasa yang punya potensi hina dan mulia, seperti juga kita. Dan Pernikahan menjadikan kita mengevaluasi diri, bukan untuk menjadi malaikat, bukan juga hanya untuk sekedar bahagia..
Pernikahan adalah keikhlasan, untuk memberi dan melakukan kebaikan. Mendahului memaafkan, mendahului bertindak mulia, mendahului untuk selalu ingin memberikan yang terbaik buat pasangan..Hingga tak ada yang merasa terdzalimi&tersakiti, karena semua hak telah terpenuhi, keseimbangan telah terjiwai dalam hati. Menyatu dalam ikatan yang di ridhai Allah Arrahman, Sang Pemilik Cinta Sejati..

Sebagaimana pernikahan, perceraian adalah solusi bagi masalah dalam rumah tangga. Sebagai solusi, perceraian boleh dilakukan tetapi tentu saja dengan cara yang baik dan benar agar tidak justru menimbulkan persoalan baru. Jika memang perceraian merupakan pilihan satu-satunya maka beberapa hal penting mesti diperhatikan. Kehormatan masing-masing tetap harus terjaga. Hak-hak anak setelah orangtua berpisah tetap harus terpenuhi. Yang sering membawa kerusakan hubungan silaturahmi antara keluarga mantan suami atau istri bukanlah perceraian itu, tetapi sikap saling menyalahkan. Bahkan kadang keluar perkataan yang merusak kehormatan mantan istri atau suami. Sesungguhnya setelah perceraian terjadi, masing-masing sudah tidak ada ikatan apa-apa lagi. Jadi, mengapa juga mesti mengurusi orang yang sudah bukan suami atau istrinya lagi?
Semoga ALLAH memberikan solusi yang terbaik buat para pasangan suami-istri yang saat ini sedang menghadapi masalah perceraian...

Minggu, 23 November 2008

....M e m a s a k ....

Masak..Menyenangkan...

Masak?? Hm..sebuah aktivitas yang tidak pernah aku lakukan sebelum menikah. Ketika aku dirumah, aku sering membantu Ibu kalau memasak tetapi tidak punya keinginan untuk mengetahui lebih jauh tentang aktivitas memasak ini, apalagi untuk menghafal bumbu-bumbunya. Aku paling hanya memotong-motong sayar, ngupasin bawang atau tinggal memasuk-masukan saja ke dalam panci atau penggorengan, berikut bumbu-bumbunya yang sudah diolah sama Ibuku.. Kalau disuruh goreng Ikan aja, aku selalu menolak, takut kalau kena percikan minyak yang panas itu. Dan aktivitas yang lebih banyak aku lakukan ketika aku hendak menolong Ibuku memasak adalah bercerita dan mengobrol dengan ibuku…Lagi pula Ibuku selalu mengatakan bahwa “..masak itu mudah, asal kita senang melakukannya, nanti sebelum Upie nikah, InsyaALLAH Ibu ajarin ..” .Masya ALLAH…tapi ALLAH berkehendak lain, Ibuku meninggal sebelum aku menikah. Dan mulailah terjadi perubahan besar dalam hidupku..

Aku tertegun ketika pagi hari mendengar teman kantorku yang sudah menikah mengatakan bahwa “……Laper nich, ibu mertuaku lagi ke bandung, gak ada yang masak dirumah.” Lalu aku dan temanku yang lain bertanya”….Lho memang Istri gak ada….??” Kemudian temanku menjawab “..Ada, tapi gak bisa masak, bisanya Cuma Buat mie dan nasi goreng,jadi daripada makan mie lebih baik makan dikantor…” Kemudian setelah itu kami hanya tertawa saja, kata temanku yang lain “kasian dech..”. Aku sendiri bukan orang yang pandai memasak, tapi sejak ibu meninggal, aku berusaha untuk bisa memasak, khususnya masakan-masakan padang kesukaan Ayahku, yang sering dibuat oleh Ibuku. Aku berusaha untuk bertanya berbagai macam resep ke tetanggaku yang berasal dari suku yang sama. Dan aku selalu semangat untuk mencoba setiap resep yang diberikan. Saat itu aku ingin hanya menyenangkan hati Ayahku.

Dan AlhamduliLLAH saat ini aku sudah menikah. Dan aktivitas memasak dan membuat cake sudah menjadi hobiku sekarang. Aku bersyukur ALLAH berikan Ibu Mertua yang sangat baik kepadaku. Aku banyak sekali mendapat resep-resep masakan dari beliau, khususnya masakan-masakan kesukaan suamiku, meskipun pada kenyataannya suamiku suka semua masakan ibu…Dan Ibu mertuaku juga jago sekali membuat cake, beliau punya koleksi resep cake lengkap. Dan selama aku tinggal di lampung, beliau tidak pernah menolak untuk mengajarkan aku, justru beliau juga semangat mengajari aku. Dan selama di Jakarta, aku mencari dan mencoba resep-resep masakan dan kue-kue yang aku dapatkan, baik melalui internet ataupun dari buku resep yang dibelikan suamiku..selama aku di Jakarta, hampir setiap minggu aku meluangkan waktu untuk membuat cake, untuk bekal suamiku ke kampus..

Jika aku renungkan tentang diriku sekarang, sungguh tidak pernah terbayangkan olehku, saat ini bisa memiliki hobi memasak. Dan aku bersyukur sekali ALLAH beri hati untuk keinginan dan semangat bisa memasak, keinginan yang besar untuk selalu bisa menyiapkan sarapan dan makan malam untuk keluargaku, semangat untuk menyempatkan membuat cake setiap pekan untuk suamiku tercinta, meskipun terkadang badan ini lelah, tetapi ketika sudah memulai membuat kue, aku lupa dengan kelelahanku, terlebih lagi kalau kuenya sudah jadi dan sukses, karena suamiku selalu semangat untuk segera mencoba dan mengatakan ”...Kuenya enak dech sayang, dindanya Abang pinter ya..”. Hm..kalau suamiku sudah mengatakan begitu, aku senang sekali. Mungkin hal ini pula yang membuat aku semangat untuk memasak, karena suamiku senang makan-makanan rumah, dan suamiku selalu memberi pujian atau masukan atas masakan atau cake yang aku buat dan aku sangat bersyukur sekali dengan keadaanku sekarang. Dan sekarang aku benar-benar membuktikan perkataan ibuku dulu, bahwa kalau kita senang memasak, insyaALLAH semuanya akan mudah. Dan menurutku Cinta itu luar biasa, cinta mampu membuat segala sesuatunya menjadi berubah.. SubhanaLLAH...